Mentalitas korban


Sekarang ini banyak kelompok manusia yang punya kebiasaan memposisikan diri sebagai “korban”, merasa dirinya dalam posisi inferior lemah, ditindas, tidak diperlakukan dengan adil dan sebagainya.  Cara cara ini dipergunakan oleh sekelompok orang untuk mengajak orang lain merasakan hal yang demikian. Memberi penafsiran atas sebuah peristiwa dengan memposisikan diri pada kelompok yang lemah, mengeksploitasi kemiskinan dan perbedaan suku agama dan ras sebagai barang dagangan politik.

Bagi kelompok semacam ini maka jika ada orang yang merasa tertindas justru mendapat dukungan agar “rasa tertindas itu dipertahankan”

Hanya ada dua jenis motivasi dalam hidup manusia didunia ini. Didalam otak manusia hanya mengenal dua titik ekstrim yaitu kesakitan dan kenikmatan. Jika seseorang dibawa kedalam posisi kesakitan maka itulah yang akan bisa memotivasi mereka menuju kepada kenikmatan. Rasa sakit itu menimbulkan rasa dendam, rasa benci akan kondisi, semangat mengubah hidup dan sebagainya. Dengan adanya kondisi yang dilemahkan ini akan mudah bagi seseorang untuk “diperalat” agar melakukan tindakan apapun dengan dalih nantinya menuju kepada “kenikmatan“. Apapun namanya itu apakah itu diidentifikasi sebagai surga, upah, ganjaran dan sebaginya. Ditambah lagi rasa frustasi yang kadang-kadang menghinggapi seseorang karena kegagalan berbagai usaha, kegagalan studi, kondisi finansial.  Ini juga menjadi semakin  mudah manusia.

Jika cara-cara tersebut berhasil maka manusia akan mudah dikendalikan untuk tujuan apapun. Sekalipun untuk tujuan kejahatan, yaitu dengan jalan mengembangkan Victim mentality atau tepatnya mempertahankan kondisi seolah olah tertindas ini terus menerus agar mudah untuk memicu balas dendam

Tinggalkan komentar